Kata Pesan

SELAMAT DATANG DI DUNIA CERPEN KARYA SISWA MAN TULUNGAGUNG 1

Selasa, 06 Maret 2012

Lovely


Nayah IPS Unggulan
MAN Tulungagung 1 


Semenjak ayah meninggal satu tahun yang lalu, kehidupan keluargaku berubah drastis. Seorang pengusaha sukses yang selalu bergelimpangan harta seakan-akan sekarang berubah menjadi seorang penjual roti keliling. Sungguh aku tak menyangka bahwa kehidupan keluargaku berubah seperti ini. ibuku yang dulu suka shooping kini harus di rubah menjadi seorang ibu rumah tangga yang harus pintar mengatur putaran ekonomi keluarga kami. Aku Silvia Margadiana, yang dulu adalah seorang cewe’ cantik yang jadi rebutan para cowo’-cowo’ di sekolah, sekarang harus berkumpul dan mulai beradaptasi dengan sekolah dan temen-temen dari kalangan bawah. Kakak ku Rendy Wibilaksono, seorarng cowo’ one millions yang jadi inceran para cewe’-cewe’ matre, sekarang harus berfikir seribu kali untuk dapat mencukupi kebutuhan hidup,dan harus merelakan cap one millions man yang ada pada dirinya menjadi cowo’ cupu yang tampil sebagai cowo’ biasa tanpa embel-embel. Sungguh mengenaskan.
            Seperti biasa semenjak ayah meninggal, aku dan kakak menyiapakan roti yang akan kami kirim ke warung-warung terdekat atau kami kirim ke pedagang yang akan berjualan di daerah lain. Malamnya roti itu di buat ibuku. Penghasilan yang kami terima dalam jualan ini tak sebanding dengan hasil usaha sewaktu ayah kami masih ada. Setiapa harinya maksimal kami hanya memperoleh uang Rp.200 ribu, itupun kalau dagangan kita laku habis terjual. Kalaupun enggak paling tidak Cuma dapet Rp. 150 ribu. Ya Tuhan… apakah ini cobaan untuk keluarga kami yang selama ini tak pernah mengingatmu karena harta.
            “vi…kamu antar roti ini ke toko depan itu ya?” ucap ibu sambil menyelesaikan membuat roti.
“toko depan? Itukan toko gede bu…rotinya aja kwalitas terjamin. Mana mungkin roti kita laku di jual di sana? Siapa juga yang mau beli?” bantahku.
“udahlah…kemarin ibu udah nego sama pemiliknya, dan katanya dia setuju. Tapi jangan banyak dulu ngordernya, takut nggak laku. Dikit-dikit aja, nati kalau emang laku baru kita ngorder banyak...gimana?”
“boleh bu…nanti Silvi coba ya? kak Rendy mana, belum bangun?”
“udah, kakak mu udah berangkat katanya ada tambahan pelajaran. Jadi kamu dobel ya ngordernya?”
“nggak pa-pa bu…berangkat dulu ya?”
****
            Toko itu bagiku lumayan besar, nggak nyangka rotiku bisa masuk ke sini. Berkat kegigihan ibu. Andaikan ibu punya uang banyak, mungkin bisa buka toko roti segede ini. tapi tak mungkinlah, sekarang hidupku sudah tak seperti dulu.
            “mbak…cari siapa? Mau beli roti?” ucap seorang lelaki di depanku.
“e..anu mas,enggak mau nitip ini.” jawabkau langsung meninggalkannya.
“mbak tunggu! Roti dari siapa ini?” teriaknya. “bilang aja dari ibu Margadiana.”
Seketika lelaki itu bingung, mungkin dia berfikir nama sebaik itu menjadi penjual roti keliling.
            Siang ini aku sengaja tak langsung pulang, aku coba mampir ke café tempat dulu aku nongkrong. Mungkin aku di sana bisa nyantai dikit setelah sibuk sama aktifitasku. “hai! Kok sendiri?” tiba-seorang lelaki mengagetkanku.”hai  juga,lhoh! Kamu kan yang…
“iya, aku yang ada di toko tadi. Nama kamu siapa? Aku Oki.” Senyum yang manis keluar dari bibirnya. Sungguh aku tak pernah mendapatkan senyuman setulus ini. “aku Silvia,panggil silvi aja.” “oke, ngomong-ngomong ngapin di sini sendiri?”
“enggak, pengen aja lagi nyantai aja.”
            Kita semakin deket,seketika itu tiba-tiba aku menatap seorang cowo’ yang tak asing bagiku. Ya. kak Rendy, ngapain dia di sini,dan sama siapa dia?
Aku melihatnya sedang bertransaksi sesuatu dengan orang yang nggak aku kenal. Ku coba dekati dan seperti yang ku duga. Kak Rendy berteman dengan bandar. Ya Tuhan…
“vi, ngliatin siapa?”
“ki,kamu mau nggak bantuin aku?”
“apa?”. “ikut aku,kita buntutin dua orang itu.”
            Aku tak menyangka kakakku berbuat seperti itu. Menjadi seorang bandar adalah seorang pecundang yang pernah aku kenal, dan itu terjadi pada kakakku. Seseorang yang ku kenal baik dan perhatian, kni menjadi seorang pecandu plus pengedar. Aku tak tahu rasanya jika ibu tau ini semua. Aku bingung harus ngapain,aku harus ceritakan semua ini sama ibu atau harus aku selesaikan ini semua seorang diri. Aku tak bisa. Ya. aku harus membicarakan semua sama ibu, apapun yang terjadi.
“kak Rendy, stop!”
“Silvi?! Ngapain kamu di sini? Pulang kamu! Pulang! Kamu nggak akan ngerti ini semua.!” Bentak kak Rendy.
“apa maksud kakak? Ngapain kakak di sini, dan siapa dia? Kakak bandar?.” Tanyaku langsung tanpa mikir.
“kamu itu masih kecil, nggak ngerti semua ini. ini demi kebaikan kita semua. Tanpa ini kita nggak bisa makan. Paham!!”
“Rendy!! Maksud kamu ngomong kayak gitu apa!”. Aku nggak nyadar bahwa semenjak tadi ibu berada di belakang kami. Dan nggak ku sangka lagi ibu sudah tau semua tentang kak Rendy. Aku, kak Rendy dan Oki hanya dapat diam. Oki yang sedari tadi diam sekarang angkat bicara.
“Ren, kenapa kamu nglakuin ini? apa kamu nggak mikir kalau kamu masuk ke dunia narkoba. Masa depanmu hancur Ren, apalagi kalau kamu udah ketergantungan. Kamu nggak kasihan sama ibu, sama Silvi. Mereka sayang kamu, mereka cinta kamu. Dan hanya mereka yang mempunyai cinta dan kasih sayang tulus sama kamu.” Penjelasan Oki membuat ibu langsung menumpahkan air matanya.
“udah! Nggak usah pada cengeng, dasar manja! Kalian tau aku nglakuin ini, karena aku stres. Aku nggak bisa nerima ini, aku nggak kuat nglakuin ini semua. Aku pengen kayak dulu. Pengen hidup enak, pengen semuanya kembali. Aku pengin kaya. Satu lagi, aku pengin dapat perhatian dari ibu. Ibu sudah cukup sibuk dengan membuat roti, roti, dan roti!!”
“Ren, kekayaan itu bukan segalanya. Keluargamu itulah segalanya.”
“Ren, ibu tau. Ibu terlalu sibuk dengan ini. ibu tak pernah memperhatikan kamu. Ibu mohon kamu hindari obat-obatan ini.”
“iya kak,Silvi mohon. Cuma kakak sama ibu yang Silvi punya saat ini. Silvi nggak mau kehilangan kakak.”
“cukup!! Sekarang aku pengen hidup sendiri tanpa kalian.”
            Seketika itu kak Rendy pergi meninggalkan kami, tanpa mempedulikan ibu yang lemas jatuh tersungkur melihat kak Rendy yang berubah.
Sekeji itukah kakak ku? Hanya dengan mengkonsumsi obat haram itu kak Rendy seketika berubah menjadi orang yang paling aku benci. Kelakuannya memakai barang haram tesebut, ketidak patuhannya dia kepada ibu membuat aku marah dan muak dengannya. Hanya Oki sekaranglah yang bisa memahami perasaan ku. Dia dapat membantuku mengurangi beban ini.
            Aku tahu, dari dulu kak Rendy memang kurang perhatian dari ibu maupun ayah, mereka semua sibuk dengan urusan mereka sendiri tanpa mempedulikan perkembangan anaknya. Hingga sampai saat ini, sampai ayah meninggal ibu tetap sibuk mencari harta tanpa memperhatikan kami. Mungkin itulah sebabnya kak Rendy mencari ketenangan dengan cara yang salah hingga dia ketergantungan sampai separah ini,
****
            Setahun telah berlalu. Dan satu tahun  itu aku habiskan dengan hidup bersama ibu saja dan mulai melakoni hobiku sebagai penulis. Diam-diam aku mengirimkan hasil karyaku ke penerbit dan itu berbuah positif. Lama-lama kehidupan ekonomi kita mulai bangkit. Usaha roti ibu meningkat drastis semenjak bekerja sama dengan mama Oki. Aku mulai sering membuat karyaku untuk ku terbitkan lagi. Dan aku dengan Oki menjadi seorang yang bisa saling mengisi satu sama lain.
            Kak Rendy, dia…
Aku sempat mendapat kabar tentang dia, kalau dia sekarang menjalani rehabilitasi di salah satu tempat untuk pecandu narkoba. Dan tak kusangka lagi dia ternyata bisa menjadi pewaris bakat ayah menjadi seorang entrepreneur sukses. Sebenarnya aku masih mengharapkan dia kembali, bersama dengan kami menjalani hari-hari kami dengan senyuman dan kelengkapan. Tapi… mungkin dia masih ragu untuk pulang. Mungkin dia takut kalau aku dan ibu belum bisa menerima dia lagi.
            Kak… seberapapun kejahatan yang kakak perbuat, kakak adalah kakak ku, dan kakak adalah putra Wibilaksono. Kami semua akan selalu menerima kakak dengan tangan terbuka…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ingin Menulis?

Bagi siswa-siswi MANTASA GREEN yang ingin menuangkan karya tulisnya, baik cerpen, tulisan ilmiah, dan coretan hati, bisa juga kritik dan saran bisa dikirim ke email: mantasagreen@gmail.com.

Komentar Perasaan