Kata Pesan

SELAMAT DATANG DI DUNIA CERPEN KARYA SISWA MAN TULUNGAGUNG 1

Kamis, 12 Januari 2012

PISAU


Karya Trijono, S.S.
Guru Sejarah MAN Tulungagung 1


Awan kabut merayapi lereng penanggungan yang kian pekat. Kesunyianpun semakin lekat menggeliat di urat nadiku. Kutimang-timang sebilah pisau yang kebeli 3 tahun yang lalu. Pisau itu masih tampak berkilauan mengkilap, seperti saat keubeli dulu. Dan kebelai mesra sambil melantunkan lagu-lagu lematian. Ah.....pisau mahal semakin mahal dengan darah yang melumuri tubuhmu yang indah , gumamku.....?! Aku teringat ketika adikku dengan dana membujuk untuk membelinya. Aku tahu dia takut pisau manisku akan menorehkan luka panjang ditanganku yang putih bersih ini. Tapi kujawab untuk menenangkannya. ”Udahlah.....aku Cuma koleksi.....pisau ini takkan pernah meliuk dikulitku yang mulus, adikku,” ujarku. Sejenak, Novi terdiam dan akhirnya patuh mendengar jawqaban manis yang meluncur dari bibirku. Tapi itu kini hanya lagu yang meninabobokkan bocah-bocah telanjang di pinggiran pantai. Pisau itu kini dalam timangannku. Ku timang-timang dan perlahan kubuang pembungkusnya yang kini bagiku tak berguna. Pisau manis itu kugenggam rapat dan perlahan kutorehkan ke tanganku yang lunak, putih mulus dan menyembulkan urat-urat kecil di balik kulitku yang tipis. Darahpun mulai menete. Mulutku terkatup rapat dan terus kutorehkan hingga pisayku bisa menikmati santapan malamnya dengan darahku yang penuh polusi ini.
Kulihat setan-setan mulai menari-nari dan berjingkrak-jingkrak, dunia terasa begitu indah dab berputar, seiring tubuhku yang mulai olehng. Sentuhan terkahir nadi yang tampak kehijauan itu mulai terbelah.....menganga dan tersembul manis. Piasauku yang manis mulai bersimpah darah seperti bajuku yang mulai memerah terpercik polusi pisauku. Darah mengalir, seperti sumber air penanggungan dan aku muali oleng dan membisu. Pisauku terjatuh perlahan seperti badanku yang terhempas jatuh dalam jurang yang gelap. Menimpa batu-batu yang tersenyum lugu. Tubuhku yang kecil tergolek lemas dan akhirnya kaku. Entah di mana pisauku dan bagian-bagian tubuhku yang kini berserakan. Dan aku masih menunggu pengadilan panjang sang kuasa.
Kini koran-koranjadi laris manis dan orang tuaku kaya mendadak dari asuransi tubuhku. Bayangan malampun menari-nari di pelupuk mataku. Mengglinjang dalam tarian erotisnya. Bulanpun kembali beronani dan bermastrubasi. Aku tersentak dan terduduk lemas, keringat membasahi sekujur tubuhku yang ringkih. Aku terbangun dari mimpi panjang yang menyentakku. Aku terpekur sejenak dan bangkit mengambil sebilah pisauku yang kusimpan rapi. Kutatap dalam-dalam dan kuciumi. ”Ah, aku masih hidup.....dan pisauku masih mengkilat putih menanti waktu, ” ujarku dalam hati.
”Oh, Tuhan beginkah caranya orang menyesali diri untuk menebus segala kesalahan selama ini. Semoga apa yang telah aku lakukan terhadap perempuan-perempuan itu telah menghancurkan semua impianku yang tersusun rapi, tapi kini semua telah hilang terhempas oleh angin badai.

Dari

Perenungan diri dan penyesalan terhadap kehidupan
Kisah kasih yang terbendung oleh rasa seorang yang mempunyai
Sifat introfet dan tidak mencintai dirinya sendiri dalam menuju kedewasaan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ingin Menulis?

Bagi siswa-siswi MANTASA GREEN yang ingin menuangkan karya tulisnya, baik cerpen, tulisan ilmiah, dan coretan hati, bisa juga kritik dan saran bisa dikirim ke email: mantasagreen@gmail.com.

Komentar Perasaan