Kata Pesan

SELAMAT DATANG DI DUNIA CERPEN KARYA SISWA MAN TULUNGAGUNG 1

Rabu, 11 Januari 2012

SENANDUNG JINGGA HATI SEORANG PEREMPUAN

 Karya Trijono, S.S.
Guru Sejarah MAN Tulungagung 1

Dear, Nana …….
Malam ini langit penuh bintang, bulanpun tampak penuh menatapku dari sudut-sudut jendela yang sengaja kubuka lebar. Rasanya tak sanggup mataku terpejam barang sejenak. Aku begitu ingin menikmatinya walaupun hanya sekejap. Ternyata memang betul kata mama, kalau tempat ini adalah tempat terindah untukku. Itu benar sekali, Nana, apalagi kalau kamu ikut menikmati malam ini bersamaku. Aku ingat, kamu juga paling suka menatap bulan dikejauhan dari jendela yang terbuka lebar. Aku bisa membayangkan rambutmu yang halus melambai-lambai diterpa angin malam.Aku kangen, Nana......

Suasana di sinipun terasa senyap jika malam mulai menggantungnya di ujung-ujung hari. Setiap malam, aku memandangi bulan dan langit yang seperti bersenandung. Rasanya aku sanggup menulis beribu-ribu puisi. Tempat ini mengundang inspirasiku Nana....... tapi sayang, tanganku masih terasa kaku untuk kugerakkan.
Oh, ya....... Aku belum menceritakan suasana pagi di sini Nana. Pagipun terasa sepi embun-embun menempel direrumputan dan jendela kamarku. Kamu mungkin,masih ingat temen kita Wel... (Imanuel/Tewel), setiap pagi dia memetikkanku bunga-bunga melati kesukaanmu untukku. Aku jadi ingat kamu, Nana..... dulu waktu kita berlibur di sini, kamu yang memetikannya untukku. Dan setiap kuberikan melati itu untuk Bunda, kamu cemberut,karena melati-melati itu kauberikan untukku. Setelah hari itu, kamu selalu memetikan melati untuk Bunda juga. Ah, Nana....... kamu orang yang penuh perhatian. Bukan hanya padaku, tapi juga pada Bundaku.
Kadang seperti kebiasaan kita dulu, akupun ikut orang-orang memetik kopi. Biji-biji kopi itu suka aku simpan beberapa biji dalam kantong bajuku. Bandel ya.....?!

Nana, mungkin kamu tidak lagi mengatakan bahwa kopi buatan sendiri itu tidak enak, karena kopi buatan sendiri itu ternyata enak sekali Nana. Aku yakin tidak kalah dengan kopi yang suka kita minum di ”Excelso” atau ”Cafe Trumph” Nana, bukit ini bagaikan seonggok firdaus yang baru diturunkan Tuhan saja, ya...?? Aku ingin ketemu kamu, selalu hal itu yang mengisi mimpiku setiap malam. Tapi kapan ya......?! entah kapan. Sedang sejak dua minggu kepergianku sudah 5 pucuk surat kukirim ke tempatmu, tapi mengapa tidak satupun yang kamu balas ?? Aku jadi menyesal dengan kepergianku sudah 5 pucuk surat kukirim ke tempatmu, tapi mengapa tidak satupun yang kamu balas ?!  

Kepergianku yang tanpa pamit itu tentu membuat semuanya mengkhawatirkan diriku. Aku tidak apa-apa Nana,ingin kukatakan hal itu jika saja kamu bisa mendengar. Tapi kenyataan memang telah membuat Ayah, Bunda dan semuanya takut kehilangan aku. Mengapa, Nana........?! karena aku lemah, sakit-sakitan. Atau bau kematian memang sudah menciumku ?? Betapa tidak adilnya jika begitu. Aku benci harus bermalas-malasan dirumah. Semuaitu membuatku semakin lemah dan tertekan. Aku jadi tak memiliki harapan dan keyakinan. Padahal untuk memanjat tebing, mendaki bukit atau menyusuri pantai aku masih sanggup. Aku bukan laki-laki pengecut, Nana. Aku bukan laki-laki lemah yang masih harus menetek pada orang tua.
Nana, sayang....... tentu kamu masih mengingatnya saat aku harus mendekam di rumah sakit. Oh,.......seperti berabad-abad hidup di gurun. Nana harus menelan beribu-ribu pil....... Oh, mungkin aku terlalu berlebihan, ya.......? dan merasakan ngerinya ditusuk jarum-jarum suntik, ah memuakkan.

kubutuhkan hanya sebuah pengakuan, pengakuan bahwa aku seorang laki-laki yang tegar, tidak pernah takut menghadapi kenyataan hidup. Bukankah tak jauh berbeda dengan perpindahan hidup. Hanya rasa iba, melindungi dan dimanjakan yang aku terima. Padahal yang Atau seperti nyamuk yang berputar jauh berbeda dengan saat kita dekati. Kematian itu dekat !! Nana, saat-saat seperti ini membuatku takut dan gelisah. Bukan karena kanker darah yang mengerogoti tubuhku. Api kamu yang tak ada di sisiku. Kamu hanya datang dalam tidur dan mimpiku membuatku lemas. Jangan-jangan kamu benar-benar marah, karena kepergianku dan membenciku. Jadi di akhir hidupku ini aku benar-benar mohon maaf, Nana.......!! Mungkin aku akan cepat kembali. Secepat kamu menyadari mimpimu

Sekian Salam Manis dan Sayang Dari seorang yang mencari kerinduan  
Nana,........ menangis begitu selesai membaca surat terakhir dari Chris. Surat yang tak pernah bisa Nana balas seperti surat-surat yang lain. Karena  Chris memang tak pernah mencantumkan alamatnya. Angin yang bertiup menyebabkan tirai bergerak-gerak menghembuskan hawa dingin, membuat Nana tak tahan berdiri berlama-lama. Kemudian ditutupnya jendela perlahan dan gadis itu berjalan menghampiri meja kecil di sudut ruangn. Tampak sebuah buku dan pena di meja Chris yang masih belum sempat dirapikan. Nana meraih pena itu lalu mulai menulia.........

Mendung dimatanya terasa berat. Pelan-pelan ada titik hangat membasahi pipinya yang halus. Kenyataan ini tak pernah Ia bayangkan dan ternyata pilar-pilar yang coba ia bangun runtuh berserakan bagai daun-daun berguguran. Pilpen yang ia pegang basah oleh keringat dan titik-titik air keluar dari sela-sela matanya yang sayup-sayup.

Mas Chris, tercinta........
Kucoba menyusun sebait puisi walau tak sebaik yang kau tulis sebagai teman kepergianmu.
Malam ini bulan bersinar mendung,
Semendung hujan kemarin.
Camar-amar berlarian menatapmu
Tersungging senyum kepongahanmu
Walau mentari tak kan kembali.........

Nana tersenguk-senguk, tak sanggup lagi Ia melanjutkan tulisannya yang belum rampung. Dilepaskannya pulpen yang Ia genggam begitu saja, sehingga jatuh menggelinding di lantai. Dengan gemetar dilipatnya kertas itu, dikecupnya berulang-ulang dengan air mata yang masih berguliran di pipinya. Lalu Ia bangkit berjalan keluar kamar, dihampirinya Bunda dan Ayah Chris yang juga terisak nangis di sudut ruangan. Sekali lagi dikecupnya kerta itu dan diletakkan perlahan disamping tubuh Mas Chrisnya yang kini terbujur kaku dan membisu. Kemudian Ia meletakkan juga seikat mawar dan bunga melati yang baru dipetiknya dari halaman rumahnya, di atas tubuh Mas Chris yang tenang, dengan pipi yang semakin basah. Sekilas dikecupnya bibir Mas Chris yang dingin.

Kembali Ia berjalan memasuki kamar Mas Chris dengan langkah gontai. Dibukanya tirai yang menutupi jendela dengan kayu menatap serumpun mawar yang tumbuh di bawah jendela. Air matanya kembali menitikan di seluruh pipinya. Ah, Mas Chris, seharusnya kita yang memetiknya, seharusnya dan seharusnya setiap pagi. Selamat jalan Mas Chris,.......... Selamat jalan hatiku menyertai dirimu, gumamnya pilu.
 Malam yang mulai merambat kembali menyanyikan senandung jingga di lubuk hati seorang perempuan yang bernama Nana Tyas Melati Surya........??!!


Dari
 
Nana Tyas Melati Surya

Untuk seseorang yang pernah mencurahkan hatinya Kepada sahabatnya, walaupun ini cuma cinta suci yang tak terlukiskan oleh kata-kata mesra di hati.Namun semuanya tak mungkin, hanya keinginan cinta yang semu.
Cinta seorang Nana pada kekasihnya yang tidak bersatu kembali.

1 komentar:

Ingin Menulis?

Bagi siswa-siswi MANTASA GREEN yang ingin menuangkan karya tulisnya, baik cerpen, tulisan ilmiah, dan coretan hati, bisa juga kritik dan saran bisa dikirim ke email: mantasagreen@gmail.com.

Komentar Perasaan