Kata Pesan

SELAMAT DATANG DI DUNIA CERPEN KARYA SISWA MAN TULUNGAGUNG 1

Selasa, 27 Desember 2011

Bang Wetan Wis Dadi Manyura

KOMPAS.com - "Bang wetan wis dadi manyura," demikian sang dalang merangkai tuturan menjelang akhir pergelaran wayang orang dengan mengunggah lakon "Bima Bungkus", saat umat Katolik, di lereng barat Gunung Merapi, merayakan malam Natal 2011. Waktu telah lepas 35 menit dari pukul 00.00 WIB, jatuh pada Minggu (25/12/2011), setelah umat setempat meneguk lakon wayang orang "Bima Bungkus" sejak Sabtu (24/12) pukul 10.15 WIB.

Pentas wayang itu oleh komunitas seniman petani Padepokan "Tjipto Boedojo Tutup Ngisor" Desa Sumber, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, di sebelah selatan alur Kali Senowo yang aliran airnya berhulu di Gunung Merapi. Para pemain wayang orang dan penabuh gamelan pengiring kesenian tradisional itu sebagian besar bukan pemeluk Katolik. Lakon itu dimainkan dengan dalang yang sekaligus pemimpin padepokan seni budaya tersebut, Sitras Anjilin, di gereja Gubug Selo Merapi (GSPi), di sebelah utara Kali Senowo.

Pergelaran tersebut usai ratusan umat Katolik lereng barat Gunung Merapi mengikuti misa kudus malam Natal dipimpin Kepala Gereja Paroki Santa Maria Lourdes Desa Sumber Romo Aloysius Gonzaga Luhur Prihadi secara takzim dalam bahasa Jawa dengan iringan tabuhan gamelan.

Sitras usai pementasan itu menjelaskan tentang ungkapan "Bang wetan wis dadi manyura" yang maksudnya sebagai matahari sudah terbit pertanda lazimnya pergelaran wayang segera berakhir.
"Selain itu, matahari sudah terbit, juga bisa diartikan sebagai ungkapan penyambutan bahwa Yesus yang diimani oleh umat kristiani sebagai Putra Allah dan penebus dosa manusia sudah lahir. Umat dengan gembira merayakan kelahiran Yesus," katanya.

Lakon wayang orang "Bima Bungkus", cuplikan kisah pewayangan Mahabarata, mereka mainkan di GSPi, usai tempat itu digunakan untuk misa kudus malam Natal oleh umat setempat.
Iringan musik dengan pimpinan pengendang Jakasena dan sinden Martijah. Warga setempat lainnya termasuk pengajar Program Pascasarjana Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta Sutanto Mendut, pengajar Institut Kesenian Jakarta Maria Dharmaningsih, pengajar tari Universitas Negeri Yogyakarta Wenti Nuryani.
Juga dua mahasiswa Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, juga turut menyaksikan pergelaran tersebut. Mereka yang hadir di GSPi malam itu, usai misa juga menikmati santap malam bersama dalam kemasan Pesta Rakyat Malam Natal dengan menu antara lain nasi jagung, nasi pecel, nasi soto, dan nasi urap.

Melalui pergelaran itu diceritakan bahwa Bima (Saparno), anak Raden Pandu (Widyo Sumpeno) dengan Dewi Kunti (Purwanti) telah lahir. Tetapi selama enam tahun Bima terbungkus selaput daging. Bima bungkus yang dalam pementasan itu ditandai dengan properti benda bundar tertutup kain hitam itu dikisahkan berada di hutan dan dijaga para prajurit dipimpin Patih Gandamana (Surawan).

Arya Suman (Suwonto) yang juga bernama Sengkuni diceritakan khawatir jika Bima terbebas dari bungkusnya, anak pertama Pandu dengan Kunti itu akan menggusur kekuasaan Kurawa (100 anak Raden Destarasta dengan Dewi Madrim) atas Kerajaan Astina. Ia kemudian memerintahkan para Kurawa dan para raja raksasa dari Kerajaan Ngargopuro pimpinan Wisakrama untuk membunuh Bima, mumpung Bima masih tak berdaya karena terbungkus selaput daging.

Upaya membunuh Bima gagal karena mereka kalah dalam peperangan menghadapi Patih Gandamana dengan para prajuritnya, sedangkan selaput daging pembungkus Bima itu memiliki kesaktian dan tidak mempan terhadap tebasan berbagai senjata.

Pada adegan berikutnya dikisahkan bahwa Gajahsena (Sumarno) ingin hidup di surga karena sudah lama tinggal di dunia. Para dewa berjanji mengabulkan keinginan tokoh wayang berupa gajah itu dengan syarat Gajahsena mampu membedah bungkus Bima. Ketika itu, keberadaan Bima dalam bungkus sudah berumur delapan tahun, sedangkan Kunti diceritakan sang dalang telah melahirkan anak kedua, Yudistira.
Semula upaya Gajahsena gagal, tetapi Yudistira menebarkan gabah ke bungkus Bima dan kemudian Gajahsena "mengiles-iles" atau menginjak-injak bungkus itu. Sedikit demi sedikit bungkus itu tergores, bedah, dan akhirnya Bima bisa keluar. Bima yang sudah keluar dari bungkusnya juga dikisahkan memenangi perang tanding melawan Gajahsena.

Batara Narada (Sarwoto) kemudian turun dari khayangan menemui Pandu, Kunti, Bima, dan para prajuritnya untuk menjelaskan bahwa nyawa Gajahsena telah masuk surga sedangkan kesaktiannya "manjing" atau menambah kedigdayaan Bima. Kesaktian Bima tersebut untuk kekuatannya kelak, saat Perang Baratayuda antara Pandawa melawan Kurawa.

Selain itu, selama Bima berada dalam bungkus sebagai waktu bertapa yang harus dijalani untuk mendapatkan kesaktian. Setelah keluar dari bungkus, ia kemudian memiliki sejumlah nama antara lain Aryosena, Bimasena, Bratasena, dan Wijasena.

"Lakon ini bercerita tentang kelahiran seorang perwira yang berguna untuk kehidupan di dunia. Sifat-sifat keperwiraan Bima sebagai panglima perang atau pemimpin dan karakter yang kukuh atas cita-citanya yang luhur, barangkali bisa menjadi cermin umat saat mereka merayakan Natal tahun ini," kata Sitras yang juga salah satu pemimpin para seniman petani Komunitas Lima Gunung (Merapi, Merbabu, Andong, Sumbing, dan Menoreh) Magelang itu.

Saat khotbah misa kudus malam Natal selama dua jam di GSPi itu, Romo Luhur mengatakan bahwa momentum rohani kelahiran Yesus itu dirayakan umat dengan kegembiraan hari. "Malam ini kita merayakan kelahiran Yesus di Betlehem. Tuhan datang di hati kita, membuat hidup menjadi baru dan elok," katanya.
Kegembiraan hati umat Katolik lereng Merapi saat Natal itu kian diperkuat melalui pergelaran wayang orang "Bima Bungkus" yang bercerita tentang makna suatu kelahiran. Dalam iringan tabuhan gamelan pelog "pathet nem" dipimpin pengendang Sutar, umat pun melantunkan refrain kidung mazmur bersyair Jawa "Dina iki sang Pamarta wus miyos ing donya. Panjenengane iku Sang Penebus Gusti Yesus Kristus". Kira-kira artinya "Hari ini Putra Allah sudah datang ke dunia. Dia adalah Sang Penebus, Yesus Kristus". Selamat Natal.
 
Sumber :
ANT
http://oase.kompas.com/read/2011/12/26/22461867/Bang.Wetan.Wis.Dadi.Manyura

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ingin Menulis?

Bagi siswa-siswi MANTASA GREEN yang ingin menuangkan karya tulisnya, baik cerpen, tulisan ilmiah, dan coretan hati, bisa juga kritik dan saran bisa dikirim ke email: mantasagreen@gmail.com.

Komentar Perasaan